Nama Kelurahan Penggilingan Jakarta Timur Berasal Dari Batu Kiser Pabrik Gula Abad 18

0
IMG-20210304-WA0341

JAKARTA, Opininews.id;- Nama Kelurahan Penggilingan di Kecamatan Cakung, Jakarta Timur  berasal dari adanya peninggalan batu-batu kiser atau batu penggilingan tebu di RW 07 Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung,  Jakarta Timur.  

Karena itu RW 07 Penggilingan akan ditetapkan sebagai lingkungan Situs Sejarah Toponimi /Asal usul nama  Kelurahan Penggilingan. Penelitian arkeologisnya sudah hampir  final. Demikian dikatakan arkeolog senior Candrian Attahiyat kepada crew media termasuk OPININEWS.ID, Kamis (4/3/2021) di Jakarta Timur.

Sementara Kepala Bidang Pelindungan  Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Norviadi Setio Husodo menyatakan akan terus berupaya menggali informasi, data sejarah dan mengkaji bukti-bukti pendukung lainnya segala temuan masyarakat berupa apapun. 

“Di RW 07 Penggilingan itu ada 8 titik lokasi batu kiser. Tiap titiknya ada sepasang batu kiser bekas penggilingan tebu dari abad 18. Itu asli.” kata Candrian. Dia akhir-akhir ini sudah 2 kali meneliti batu-batu andesit berbentuk silinder itu. Pertama kali bersama wartawan dan pimpinan Saggar Becak. Pekan berikutnya bersama rombongan Kasudin Kebudayaan Jakarta Timur H Hasannuddin.

Menurut Candrian, konsekwensinya pihak berkompeten maupun warga setempat  harus memberikan jalan akses kepada masyarakat yang ingin menyaksikannya. Nanti Sudin Parekraf juga  harus ikut memberitahukan kepada masyarakat luas. 

“Mengenai Golok Cakung tentunya kami fokus pada golok Cakung generasi pertama yang terbuat dari batu meteor. Golok milik Suhu Djadja itu dalam bulan Maret ini baru dapat diteliti di Laboraturium,” katanya.

Sementara Kabid Pelindungan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Norviadi Setio Husodo menjelaskan lebih lanjut penelitian itu penting.

“Berdasarkan kajian Tim Ahli Cagar Budaya dengan penelitian yang mendalam maka akan dapat ditindaklanjuti apakah objek-objek tersebut dapat ditetapkan sebagai cagar budaya,” ujarnya.

Di lain pihak Kasudin Kebudayaan Jakarta Timur H.Hasanuddin juga ingin membuktikan bahwa Golok Cakung milik Suhu Djadja Surya Atmadja benar-benar terbuat dari batu meteor abad ke 15.”Bulan Maret ini diharapkan kita sudah tahu di Laboratorium mana penelitian Golok Cakung tersebut,” katanya

Hasanuddin saat menerima Suhu Djadja Surya Atmadja bersama Ketua Sanggar Becak Rusli Rawin di kantornya, Selasa (2/3/2021). Saat itu ia didampingi Kasubbag Tata Usaha Sarminem, Kepala Seksi Pelindungan Budaya Nasikhi dan Ketua Tim Kreatif Sudin Kebudayaan Jakarta Timur Nuraini. 

Lebih lanjut Hasanuddin menjelaskan, setelah penelitian dan jelas diketahui kesejarahan Golok Cakung yang langka tersebut secara legal, baru akan diselenggarakan kegiatan terkait misalnya pawai budaya dan lain sebagainya. 

Hasanudin mengakui di Jakarta Timur banyak peninggalan budaya yang perlu diluruskan atau dirunut sejarahnya  dan dilestarikan sesuai perkembangan zaman. “Termasuk budaya kuliner,” ujarnya.

Saat itu pimpinan Sanggar Becak membawa contoh masakan khas Cakung berupa Oblok Bebek. Namun di wilayah Cakung kata oblok menjadi koblok.

Kedatangan Suhu Djadja dan Rusli ini merupakan kunjungan balasan sekaligus menanyakan masalah rencana penelitian Golok Cakung milik Suhu Djadja.

Kasudin Kebudayaan Jakarta Timur, Hasanuddin, Kamis (18/2/2021) yang lalu mengunjungi Sanggar Becak di RT 06/02 Cakung Barat untuk memberikan surat legalitas sanggar Becak tersebut. Pada kesempatan itu diperlihatkan Golok Cakung.

Menurut Suhu Djadja Surya Atmadja (76)  Golok itu ditemukannya tahun 1976 di Cakung. Uniknya Golok itu relatif tipis dan agak bengkok ke kiri yang menurut Suhu dibuat dari bahan meteor. 

Tahun 1985 pernah diuji di laboratorium di Jakarta  Pusat dan mendapat keterangan bahwa bahan Golok Cakung tersebut terdiri dari unsur- unsur sama dengan kandungan batu meteor yaitu besi dan nikkel.

“Sayang surat dari Lab itu tak karuan adanya waktu saya membangun rumah,” kata Surya Atmadja. 

Menurut sejarah Golok Cakubg seperti buatan Daeng Para’u ahli pembuat senjata tajam dari Makasar yang datang ke Cakung abad 15 bersama  Laksamana Lo bersaudara dari Tiongkok.

Kemudian Surya Atmadja menyimpan Golok pusaka tersebut yang dikategorikan sebagai benda cagar budaya. Daeng Para’u menurut Suhu Djadja dimakamkan  di Kampung Pedaengan.

“Alhamdulillah nama kampung Pedaengan juga sampai saat ini, masyarakat Jakarta tentu banyak yang mengenalnya,” pungkasnya. ( Muh Raihan Abr).

Editor : Ichsan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *