JKB : Pemerintah Dinilai Masih Terkesan Lamban Dalam Penanganan “Paham Radikal dan Intoleran”

JAKARTA, Opininews.id, – Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ahmad Nurwakhid, Rabu (20/7/2022) dalam diskusi publik di Kedutaan Besar Prancis pernah menyampaikan terkuak ada 33 juta penduduk Indonesia terpapar paham radikal dan intoleran, nampaknya BNPT masih perlu Kajian, pasalnya dapat penjelasan berbeda dari AKBP. Randi Ariana, S.I.K. M.Si. Kasubdit 5/Keamanan Negara Dit Intelkam Polda Metro Jaya.
Perbedaan penjelasan tersebut terjadi disaat AKBP Randi Ariana tampil jadi pembicara di diskusi publik dengan tema “Bahayanya Paham Radikal dan Intoleran” yang diselenggarakan oleh Organisasi Sosial Politik Jembatan Kemajuan Bangsa (JKB), Minggu (4/6/2023) di Aula RTH (Ruang Terbuka Hijau) Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara.
Randi Ariana, Kasubdit 5/Keamanan Negara Dit Intelkam PMJ menyebutkan bahwa 33 juta WNI yang terpapar menurut BNPT masih diragukan hasilnya keabsaannya, sebab hasilnya masih belum ada pengkajian mendalam dan agak sedikit diragukan.
“Penyataan BNPT itu masih perlu kajian secara penelitian yang mandalam lagi. Sebab Risetnya kurang kuat,” kata Randi dalam diskusi yang dihadiri 56 peserta.
Randi juga mengakui hasil kinerja BNPT yang menyebutkan angka 33 juta, namun dia juga sedikit meragukan hasil tersebut. Karena hasil risetnya, sepengetahuan Randi belum ada kajian mendasar.
“Belum ada kajian mendasar kajiannya dan perlu penelitian lebih dalam” ujar Randi dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaktur OPININEWS.ID di Jakarta, Senin ( 5/6/2023).
Sementara itu, Eta Wiwid Ketua Umum JKB mengungkapkan masih diragukannya angka 33 juta bukan menjadi pokok persoalan bagi masyarakat. Yang terpenting baginya tidak ada keseriusan pemerintah dalam menangani pencegahan paham radikal dan intoleran di indonesia,
“Terbukti kok masih ada saja orang atau kelompok yang berbuat tindakan tak terpuji itu sampai saat ini,” kata Eta Wiwid.
Sambung Eta Wiwid bahwa jumlah tidak menjadi soal, tapi tindakan nyata pencegahan harus serius dilakukan oleh pemerintah. “Buktinya masih ada tindakan/gerakan itu di;masyarakat,” ujar Eta Wiwid saat menjabarkan kenapa JKB harus mengadakan acara diskusi ini.
Eta Wiwid juga menkhawatirkan pembiaran dan tidak masivnya penanganan paham tersebut oleh pemerintah kususnya BNPT.
“Terkesan penanganan pemerintah kurang serius dan tidak masiv,” ungkapnya kembali.
Lanjut Eta Wiwid bila Pemeritah (BNPT) tidak serius, maka ini akan berbahaya dan akan dimanfaatkan oleh orang ataupun kelompok tertentu terlebih menjelang pemilu 2024.
“Kelompok radikal dan Intoleran bisa dimanfaatkan kapan saja pada saat tertentu dalam suatu pemasalahan terlebih di tahun politik ini,” tegasnya.
Ditempat yang sama, Daenk Jamal yang di dapuk membaca testimoni mengatakan, tidak harus satu darah, satu suku dan satu agama untuk menjadi saudara. Masih banyak jalan persamaan untuk menjadikan persatuan dan kesatuan Indonesia bahwa kita menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 45.
“Perbadaan beragam, suku, agama, ras menjadikan konsensus bersama untuk menjaga NKRI, Kilat ada satu alasan yang membuat kita beda, yakin dan percayalah pasti ada 1000 alasannya yang bisa membuat kita sama,”ujar Ketua Umum Garda Bintang Timur (GBT).
Lebih lanjut Daenk Jamal juga menyadari akan kekurangan personil kepolisian dalam menangani suatu masalah Radikal dan Intoleran, sedangkan penangannya harus hati- hati.
“Keterbatasan personil Polri terkesan lamban, apa lagi penangananya harus hati -hati,” pungkas Daenk Jamal.
Perlu diketahui, adapun berlangsungnya acara kegiatan diskusi dengan segala keterbatasan ini diselenggarakan oleh JKB yang dihadiri oleh, SMA Kristen Pencaran Berkat Jakarta Barat, SMA Islam Tambora Jakarta Barat, SMA N 9 Jakarta, dan 13 Ormas yang terdaftar di Kesbangpol Pemprov DKI Jakarta.
Editor : ( Red/CCN).