Drs.H.Jaja Suparja Ramli S.IP. ,SH Siap Ajukan Revisi UU Pers No. 40 Tahun 1999 Untuk Melindungi Wartawan

JAKARTA, Opininews.id, – Pimpinan / Presiden Pemantau Lawyers Pemburu Jejak Misteri Keadilan Rakyat Club (Pimpinan / Presiden PL PJMKRC.) Drs. HM Jaja Suparja Ramli S.IP. ,SH. biasa disapa Haji Jaja merupakan salah seorang ahli sejarah pers nasional yang sudah berkiprah dalam perkembangan kebebasan dan kemajuan pers di Indonesia pasca lengsernya Orde Baru rezim Presiden Soeharto tahun 1998.
Selain itu Drs. HM Jaja Suparja Ramli S.IP., SH. selaku pendiri dan juga Ketua umum organisasi profesi wartawan yakni : Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK) yang telah berkiprah di dunia jurnalistik kurang lebih sudah 36 tahun ini, mengingat teknologi IT di jaman sekarang ini semakin maju. Maka perlu adanya revisi undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tanpa mengurangi kebebasan pers di seluruh Indonesia.
Selain sudah lama malang melintang di dunia jurnalis atau kewartawanan Drs HM Jaja Suparja Ramli S.IP. SH merupakan Pengamat Dewan Pers, ketika ditanya oleh sejumlah awak media termasuk OPININEWS.ID di Kantornya Studio IL PJMC, Jl.Kapten Tendean,Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Minggu (21/7/2024), terkait tentang rencana revisi Undang-undang pers Nomor 40 Tahun 1999.
Ia menegaskan memang UU Pers No 40 Tahun 1999 harus segera direvisi oleh seluruh tokoh Insan Pers nasional bekerjasama dengan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Seperti hasil karya jurnalistik yang di muat di platform media sosial seperti melalui media Facebook, YouTube, Tiktok dan Snack video harus diakui merupakan produk jurnalistik dan harus diakui di dalam revisi undang-undang pers tersebut.
“Saya tetap konsisten ingin menjadi pelaku sejarah dalam rangka revisi undang-undang atau rancangan undang-undang revisi undang-undang pers Nomor 40 Tahun 1999 yang mana dari pasal ke pasal dari Bab ke Bab itu ada yang kurang harus ditambahkan,ada yang lebih saya tidak akan kurangi, yang penting prinsipnya dalam Bab 5 Pasal 16 Dewan Pers harus keluar dari Undang-undang digantikan dengan Majelis Pers Indonesia yang bekerja.” ujar Drs H. Jaja Suparja Ramli.,S.IP. SH.
Lebih lanjut Drs.H..Jaja Suparja Ramli.,S.IP. SH j menjelaskan bahwa nantinya Majelis Pers Indonesia bekerja untuk melaksanakan Operasi Wartawan gadungan atau wartawan tanpa surat kabar (WTS) di lapangan untuk diberikan pembinaa terkait tentang kode etik jurnalistik.
Lanjut H. Jaja Suparja Ramli adapun terkait YouTube dalam undang undang pers saat ini tidak ada YouTube, Tiktok tidak ada, Snack video juga tidak ada, Facebook juga tidak ada, kita akan berusaha sekuat tenaga di Undang undang pres sekarang Nomor 40 Tahun 1999.
“Namun wajib ada saat direvisi UU PERS No 40 1999 karena YouTube adalah produk jurnalistik jadi anda selaku wartawan atau reporter You tube telah terselamatkan didalam undang undang Pers tersebut, karena selama ini anda bergerak atas dasar undang undang pers tapi sesungguhnya YouTube itu tidak ada, Snack video tidak ada, tiktok tidak ada dan kemudian Facebook tidak ada,” ungkapnya.
Selanjutnya H. Jaja Suparja Ramli disinggung Kenapa Instagram dan Twitter tidak tidak dimasukkan dalam revisi Undang-undang Pers No 40 Tahun 1999 ? Jawabnya memang sengaja tidak saya singgung karena Instagram dan Twitter adalah bukan produksi jurnalis,
“Tetapi kalau YouTube, Snack video, Tiktok dan Facebook saya bisa menilai itu produksi jurnalis.”tegas DRS.HM.Jaja Suparja Ramli.,S.IP.SH yang merupakan salah satu pelaku sejarah perumus Undang undang pers No 40 Tahun 1999 pasca terjadinya reformasi pada tahun 1998.
Selanjutnya H. Jaja Suparja Ramli mengatakan bahwa anda sebagai pelaksana jurnalis, wartawan itu kerjanya melaksanakan tugas jurnalis, “Jur” berjiwa Jujur, “Na” berjiwa Nasional, “Lis” Lingkaran Benang Merah, “Tik” Tetap Indah dan Kuat.makanya anda harus belajar bagaimana caranya menuangkan berita baik melalui konten YouTube baik juga melalui Tiktok,Snack video dan Facebook , itu harus melalui dasar jurnalistik 5 W 1 H,Scientific Crime Investigation dilaksanakan,
Lanjutnya ada cara cara mengungkap kasus ada trik 45 ada trik 65 dan ada trik 9,5 kali ini saya gunakan insyaallah tidak akan melenceng,selama ini saya ini mengamati kegiatan wartawan mungkin sudah lebih dari 9 atau lebih 12 korban Dewan Pers,
Pasalnya Dewan Pers sepengetahuan dirinya kalau memberikan surat rekomendasi atas permohonan dari beberapa Polres, baik itu dari Kalimantan maupun di Jawa Tengah atau Jawa Timur, itu selalu mengarah kepada apabila warga masyarakat atau aparat yang tidak menerima hasil liputan atau tayangan atau siaran dari media tersebut, bisa menggunakan undang-undang lain, selain dari undang-undang Pers.”ujarnya.
Lanjut , Haji Jaja Suparja Ramli selaku pendiri dan Ketua YLBH P3RI dan IL PJMC menyampaikan, bahwa Majelis Pers Indonesia (MPI) tidak akan mau seperti itu,bagaimana caranya kita menyelamatkan pers nasional. Anda Walaupun ada di situ konten YouTube atas nama pribadi, Saya anggap Anda adalah pers nasional, karena anda yang terjun langsung ke lapangan.Karena anda sendiri yang merasakannya kerja keras mencari dan mendapatkan sebuah konten berita di lapangan kayak apa susahnya.
“Makanya saya menyelamatkan konten – konten berita hasil karya kerja nyata para wartawan atau reporter di media YouTube,Tiktok, Facebook serta Snack video dan tentu semua ada aturannya, norma-norma aturan di dalam penjelasan terkait dengan perubahan atau revisi undang-undang pers yang saya sebut kan tadi.”jelasnya.
Kemudian Drs.Haji.Jaja Suparja Ramli.,S.IP., SH juga menerangkan tentang pada Bab 2 Pasal 4 ayat 4 pada undang-undang pers No.40 tahun 1999 yang mengatakan.yang penting paling utama Bab 2 Pasal 4 Ayat 4,di ayat 4 itu disebutkan di dalam mempertanggungjawabkan di muka hukum wartawan mempunyai Hak Tolak, nah ini tidak jelas tapi yang dimaksud dari Bab 2 pasal 4 ayat 4 di dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan Di Muka Hukum Seorang Wartawan mempunyai HAK TOLAK,
“Adapun yang dimaksud dengan Wartawan Memiliki Hak Tolak adalah pihak aparat Kepolisian Harus dan diwajibkan minta surat penetapan atau keputusan dari Pengadilan setempat, ketika berita itu dilaporkan kepada orang yang menerima berita atau korban berita tersebut, itu yang dimaksud, kecuali itu melanggar ketertiban umum itu beda lagi mana yang menentukan melanggar ketertiban umum itu bukan polisi akan tetapi yang berhak menentukan adalah pihak Pengadilan setempat,” Ungkapnya.
“Nanti Bab 2 Pasal 4 Ayat 4 itu ditambah menjadi satu lagi bunyinya, Bagaimana berarti pasal 4 ayat 5 bunyinya seperti apa yang dimaksud pasal 4 ayat 4 tersebut di atas,pihak-pihak yang ingin melaksanakan penyidikan diharapkan bekerja sama dengan pengadilan setempat, untuk meminta surat penetapan pemeriksaan itu yang dimaksud.”sambungnya.
Lebih jauh Drs.H. Jaja Suparja Ramli S.IP.SH. yang merupakan salah Satu Pendiri Majelis Pers Indonesia menambahlan bahwa seorang wartawan mempunyai kekuatan hukum dan nilai-nilai hukum, karena di Bab 3 Pasal 8 bunyinya seperti ini di dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik, Seorang wartawan itu wajib mempunyai, memperoleh atau mendapat perlindungan hukum,dari mana ya dari pengadilan.
Lanjut H. Jaja Suparja Ramli saat ini Dewan Pers diduga tidak pernah melindungi, selalu saja mengalihkan kasusnya seperti itu sehingga wartawan banyak yang menjadi korbannya, diantaranya ada korban wartawan yang masuk penjara, ada wartawan yang mati dikeroyok, ada wartawan yang mati di bakar di rumahnya, dan juga diduga ada korban wartawan wafat di dalam tahanan, seperti contoh yang kita lihat baru-baru ini terjadi di Medan Sumatera Utara, di Jawa Timur, di Jawa Tengah dan Kalimantan Selatan ada yang wartawan mati, juga dibunuh di jalanan,
“Maka dimana selama ini tanggung jawabnya Dewan Pers??, karena kita inginnya kedepannya wartawan wajib selalu ada perlindungannya, oleh karena itu justru dengan adanya revisi undang-undang pers tersebut , Insyaallah anda seluruh wartawsn di Indonesia akan dilindunginya ,”pungkas H. Jaja Suparja Ramli yang juga Pemilik Beberapa Media Online Nasional termasuk Radio dan Tv Media Bukti PJMI Network ini.
Editor : (Red).